Hari itu, Senin, 27 Mei 2013. Sangat menegangkan. Aku yakin semua
pelajar se-Indonesia yang mendafarkan diri sebagai peserta SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pun merasakan hal yang sama.
Kabarnya, pengumuman SNMPTN akan diumumkan pada jam 6 sore. Masih
siang, aku pantengin info-info di socmed maupun website resmi SNMPTN. Dan pengumuman pun dimajukan menjadi
lebih cepat. Pukul 4 sore.
Begitu lambat jarum jam untuk menunjukkan angka 4. Hari itu, aku
mencuci pakaian namun belum dijemur. Maka ku putuskan untuk menjemur
pakaian-pakaian tersebut. Sudah pukul 16.05 WIB. Semakin menegangkan.
Sudah asar, namun aku belum sembahyang. Ku ambil air wudhu, bersujud
pada Sang Penulis Skenario Kehidupan, berdoa untuk gerbang masa depan.
Sudah tak enak diam rasanya. Mondar-mandir. Padahal sudah pukul
16.15 WIB. Pulsa modem pun sudah diisi. “Ya Allah, berikan yang terbaik
menurut-Mu.” Aku meminta mama untuk menemaniku di kamar saat membuka
pengumuman. ‘aku tak ingin mengecewakannya’.
Awalnya, mama tak mengizinkanku untuk melanjutkan studi ke Unpad. Ku
mengadu pada-Nya. Berkali-kali. Dalam sepetiga malam memohon petunjuk atas apa
yang harus ku utamakan untuk dipilih.
Mimpi 1
Pengumuman SNMPTN di
lab.biologi (karena kelasku sedang direnovasi). Siswa-siswi yang mengikuti
SNMPTN diberikan amplop. Aku bermimpi temanku diterima di UI, ITB, UPI, dsb.
Tapi aku tidak mendapatkan amplop dari bunda -Bu Yayah-. Aku heran. “Bu, kenapa
Resti ga dapet amplop?”
“Yang sabar ya nak, kamu
tidak lolos SNMPTN,” jawab bunda.
“Oh, yaudah bu ga apa-apa
kok J”.
Entah mengapa, di mimpi itu aku tidak merasa sakit hati kecewa atau
perasaan marah dan sedih lainnya. Aku merasa tenang. Namun, aku takut rasa
tenang itu muncul karena saat try out snmptn di Smanpat aku lulus di jurusan
dan univ impianku, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Aku tak
ingin kejadian tiga tahun lalu, saat aku santai dan merasa yakin akan diterima
di sekolah mengeah atas negeri yang kuinginkan. Kejadian dengan air mata
kesedihan dan kekecewaan pada diri sendiri.
Mimpi 2
Aku telah dinyatakan
diterima di universitas yang nyatanya menjadi univ pilihan ke-2 ku. Namun aku
tak senang. Aku berlari di hutan gelap tanpa pasti. Hutan basah. Entah akan
kemana kaki ini melangkah. Karena aku berlari, dan terus berlari.
Mimpi 3
Aku tidak memilih
Universitas Padjadjaran sebagai univ pilihan pertama. Di depan mataku sendiri,
teman-teman yang memilih Unpad sebagai pilihan pertama tersenyum bahagia. Ada
yang lulus di psikologi, sosiologi, dsb. Namun aku hanya mematung menyaksikan
kebahagiaan mereka. Aku sangat menyesal. Sesal karena tak melih Unpad sebagai
pilihan pertama.
Itulah mimpi, mungkin
petunjuk dari Yang Maha Esa. Allah SWT. Awalnya mama tak mengizinkanku memilih
Universitas Padjadjaran sebagai pilihan pertama. Karena mama khawatir akan
pergaulanku kelak. Selalu ku berusaha untuk meyakinkan mama bahwa aku tak akan
terbawa arus negatif. Mama masih tak mengizinkan. Yasudahlah, apa daya bila
seorang ibu tak mengizinkan. Karena ridho mama, adalah ridho Allah SWT.
Pendaftaran sudah ku finalisasi. Ku terus mencoba meyakinkan mama.
Aku meminta mama untuk ikut memohon petunjuk pada-Nya. Esok harinya, pukul
06.00 WIB, mama ke kamarku. Aku sedang bermain komputer. Online tak pasti. Malas
rasanya untuk pergi ke sekolah. Padahal Ujian Nasional sebentar lagi.
Tak disangka, mama datang membawa kabar gembira yang sangat aku
tunggu walaupun hanya dalam khayalan. Namun ini nyata. Mama mengizinkanku
memilih Universitas Padjadjaran sebagai pilihan pertama. Segera ku hubungi
bunda untuk meminta tolong membatalkan finalisasiku.
Di sekolah, setelah finalisasi dibatalkan, ku ubah pilihan
universitasnya. Unpad yang tadinya menjadi pilihan kedua, ku naikkan menjadi
pilihan pertama. Lega rasanya. Tinggal menyerahkan semuanya pada yang di atas.
Walau nampaknya Bunda kurang setuju, lebih tepatnya tak yakin bila aku akan
diterima di Unpad. Beliau mengataka,”la
haula aja neng.”
Aku pun ingat, saat di ruang guru aku ditanya oleh seoranh guru mata
pelajaran eksak. “Resti mau dilanjutkan kemana nanti?”
“InsyaAllah ke Unpad pak.”
“Jurusan apa?”
“Ilmu komunikasi”
“Oh, ntar jadi anak clubbing dong. Kenapa ga ke UI aja? Di sana juga
kan ilmu komunikasinya bagus.”
“Nggak pak, pengennya ke Unpad.”
Astaghfirullah sekali ya -_- Kan ku buktikan, bahwa aku tak akan
menjadi apa yang “beliau” bayangkan bila aku lulus ke Fikom Unpad.
Saat itu juga, aku sangat senang membaca catatan dari pengalaman
sang motivator yang eksis di twitter, dia mahasiswi sastra jerman Unpad. Aku
tanya padanya, bagaimana bila aku lintas jurusan, awalnya sih pengen dapet
motivasi gitu. Eh, malah kalimat ini yang ku dapat “jarang banget yang lulus
saat dia lintas jurusan, itu sih resiko kamu ntar.” Deg. Tak patah semangat
bagiku untuk mencari informasi terkait lintas jurusan. Aku sangat takut. Tapi
aku sangat ingin.
Tak ingin ku biarkan mimpi itu hanya menggantung. Tak ingin sama
sekali. Aku ingin menjadi pencetak sejarah. Karena sekitar 4 tahun terakhir,
tak ada yang lulus ke Unpad melalui jalur undangan atau SNMPTN ini. Dan sejarah
hanya dibuat oleh orang yang berani atau nekad. Sepertinya aku termasuk kepada
orang yang nekad.
Aku
mencari contact yang dapat ku telpon untuk menanyakan masalah lintas jurusan.
Ku telah dapatkan deretan angka yang dapat menghubungkan dengan lawan bicara di
sana. Namun, susah telepon sekolah sedang rusak. Ku coba, coba, dan coba lagi.
Belum berhasil. Yasudahlah, aku nekad saja lintas jurusan. Bismillah.
Baiklah,
kembali pada cerita stay di depan computer sekitar jam setengah lima sore
bersama mama dan adikku. Ku buka dengan perasaan tak menentu. Ku baca dan ku
eja kata demi kata, huruf demi huruf.
Terasa seperti mimpi. Ku cium kedua tangan mama, ku salami bapak,
nenek, kakek, dan adikku. Air mata bahagia pun terjatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Man jadda wajada.