Kamis, 29 Agustus 2013

Menuju Gerbang Mimpi Part I


Hari itu, Senin, 27 Mei 2013. Sangat menegangkan. Aku yakin semua pelajar se-Indonesia yang mendafarkan diri sebagai peserta SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pun merasakan hal yang sama.
Kabarnya, pengumuman SNMPTN akan diumumkan pada jam 6 sore. Masih siang, aku pantengin info-info di socmed maupun website resmi  SNMPTN. Dan pengumuman pun dimajukan menjadi lebih cepat. Pukul 4 sore.
Begitu lambat jarum jam untuk menunjukkan angka 4. Hari itu, aku mencuci pakaian namun belum dijemur. Maka ku putuskan untuk menjemur pakaian-pakaian tersebut. Sudah pukul 16.05 WIB. Semakin menegangkan.
Sudah asar, namun aku belum sembahyang. Ku ambil air wudhu, bersujud pada Sang Penulis Skenario Kehidupan, berdoa untuk gerbang masa depan.
Sudah tak enak diam rasanya. Mondar-mandir. Padahal sudah pukul 16.15 WIB. Pulsa modem pun sudah diisi. “Ya Allah, berikan yang terbaik menurut-Mu.” Aku meminta mama untuk menemaniku di kamar saat membuka pengumuman. ‘aku tak ingin mengecewakannya’.
Awalnya, mama tak mengizinkanku untuk melanjutkan studi ke Unpad. Ku mengadu pada-Nya. Berkali-kali. Dalam sepetiga malam memohon petunjuk atas apa yang harus ku utamakan untuk dipilih.

Mimpi 1
Pengumuman SNMPTN di lab.biologi (karena kelasku sedang direnovasi). Siswa-siswi yang mengikuti SNMPTN diberikan amplop. Aku bermimpi temanku diterima di UI, ITB, UPI, dsb. Tapi aku tidak mendapatkan amplop dari bunda -Bu Yayah-. Aku heran. “Bu, kenapa Resti ga dapet amplop?”
“Yang sabar ya nak, kamu tidak lolos SNMPTN,” jawab bunda.
“Oh, yaudah bu ga apa-apa kok J”.
Entah mengapa, di mimpi itu aku tidak merasa sakit hati kecewa atau perasaan marah dan sedih lainnya. Aku merasa tenang. Namun, aku takut rasa tenang itu muncul karena saat try out snmptn di Smanpat aku lulus di jurusan dan univ impianku, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Aku tak ingin kejadian tiga tahun lalu, saat aku santai dan merasa yakin akan diterima di sekolah mengeah atas negeri yang kuinginkan. Kejadian dengan air mata kesedihan dan kekecewaan pada diri sendiri.

Mimpi 2
Aku telah dinyatakan diterima di universitas yang nyatanya menjadi univ pilihan ke-2 ku. Namun aku tak senang. Aku berlari di hutan gelap tanpa pasti. Hutan basah. Entah akan kemana kaki ini melangkah. Karena aku berlari, dan terus berlari.

Mimpi 3
Aku tidak memilih Universitas Padjadjaran sebagai univ pilihan pertama. Di depan mataku sendiri, teman-teman yang memilih Unpad sebagai pilihan pertama tersenyum bahagia. Ada yang lulus di psikologi, sosiologi, dsb. Namun aku hanya mematung menyaksikan kebahagiaan mereka. Aku sangat menyesal. Sesal karena tak melih Unpad sebagai pilihan pertama.

Itulah mimpi,  mungkin petunjuk dari Yang Maha Esa. Allah SWT. Awalnya mama tak mengizinkanku memilih Universitas Padjadjaran sebagai pilihan pertama. Karena mama khawatir akan pergaulanku kelak. Selalu ku berusaha untuk meyakinkan mama bahwa aku tak akan terbawa arus negatif. Mama masih tak mengizinkan. Yasudahlah, apa daya bila seorang ibu tak mengizinkan. Karena ridho mama, adalah ridho Allah SWT.
Pendaftaran sudah ku finalisasi. Ku terus mencoba meyakinkan mama. Aku meminta mama untuk ikut memohon petunjuk pada-Nya. Esok harinya, pukul 06.00 WIB, mama ke kamarku. Aku sedang bermain komputer. Online tak pasti. Malas rasanya untuk pergi ke sekolah. Padahal Ujian Nasional sebentar lagi.
Tak disangka, mama datang membawa kabar gembira yang sangat aku tunggu walaupun hanya dalam khayalan. Namun ini nyata. Mama mengizinkanku memilih Universitas Padjadjaran sebagai pilihan pertama. Segera ku hubungi bunda untuk meminta tolong membatalkan finalisasiku.
Di sekolah, setelah finalisasi dibatalkan, ku ubah pilihan universitasnya. Unpad yang tadinya menjadi pilihan kedua, ku naikkan menjadi pilihan pertama. Lega rasanya. Tinggal menyerahkan semuanya pada yang di atas. Walau nampaknya Bunda kurang setuju, lebih tepatnya tak yakin bila aku akan diterima di Unpad.  Beliau mengataka,”la haula aja neng.”
Aku pun ingat, saat di ruang guru aku ditanya oleh seoranh guru mata pelajaran eksak. “Resti mau dilanjutkan kemana nanti?”               
“InsyaAllah ke Unpad pak.”
“Jurusan apa?”
“Ilmu komunikasi”
“Oh, ntar jadi anak clubbing dong. Kenapa ga ke UI aja? Di sana juga kan ilmu komunikasinya bagus.”
“Nggak pak, pengennya ke Unpad.”

Astaghfirullah sekali ya -_- Kan ku buktikan, bahwa aku tak akan menjadi apa yang “beliau” bayangkan bila aku lulus ke Fikom Unpad.
Saat itu juga, aku sangat senang membaca catatan dari pengalaman sang motivator yang eksis di twitter, dia mahasiswi sastra jerman Unpad. Aku tanya padanya, bagaimana bila aku lintas jurusan, awalnya sih pengen dapet motivasi gitu. Eh, malah kalimat ini yang ku dapat “jarang banget yang lulus saat dia lintas jurusan, itu sih resiko kamu ntar.” Deg. Tak patah semangat bagiku untuk mencari informasi terkait lintas jurusan. Aku sangat takut. Tapi aku sangat ingin.
Tak ingin ku biarkan mimpi itu hanya menggantung. Tak ingin sama sekali. Aku ingin menjadi pencetak sejarah. Karena sekitar 4 tahun terakhir, tak ada yang lulus ke Unpad melalui jalur undangan atau SNMPTN ini. Dan sejarah hanya dibuat oleh orang yang berani atau nekad. Sepertinya aku termasuk kepada orang yang nekad.

Aku mencari contact yang dapat ku telpon untuk menanyakan masalah lintas jurusan. Ku telah dapatkan deretan angka yang dapat menghubungkan dengan lawan bicara di sana. Namun, susah telepon sekolah sedang rusak. Ku coba, coba, dan coba lagi. Belum berhasil. Yasudahlah, aku nekad saja lintas jurusan. Bismillah.

Baiklah, kembali pada cerita stay di depan computer sekitar jam setengah lima sore bersama mama dan adikku. Ku buka dengan perasaan tak menentu. Ku baca dan ku eja kata demi kata, huruf demi huruf. 

Terasa seperti mimpi. Ku cium kedua tangan mama, ku salami bapak, nenek, kakek, dan adikku. Air mata bahagia pun terjatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin. Man jadda wajada.