Selasa, 21 Oktober 2014

Ini Akhir, Untuk Awal

Entah berapa ribu hari
Entah berapa puluh ribu jam
Entah berapa ratus ribu menit
Entah berapa juta detik

(Sumber gambar: buletinilalang.wordpress.com)
Bertahan untuk senyummu
walau tak bersamaku
Bertahan untuk kebahagianmu
ditemani rintik hujan

"loving you is a sweet torture"

Semuanya ku nikmati,
abaikan perih
abaikan perasaan di luar
abaikan negatifmu


Mencoba dengan yang lain,
tak bisa
tak sama
tak ada hati


Menunggu,
selalu
masih
selesai


Tak akan ada lagi puisi Belum Terganti
"... Sendiri kumenangis
Dalam sukma yang basah teriris
Senyum terlempar dengan berlapis
Mengbungkus kerelaan yang tipis

Sepanjang hari
Hanya raga yang mengelabui
Dalam sendiri
Dan kau, belum terganti"


Tak akan ada lagi Filosofi Hujan denganmu
Biarkan Ikhtisar Cerita Abu-abu menjadi "cerita"
Biarkan Lorong Merah menjadi saksi sejarah


Bersamammu Hanya Sekali
"... Sekali dalam canda tawa yang tak hentinya.
Masih ingatkah kau? Ah, pasti lupa!
Sekali dalam rintik hujan dengan bongkahan rindu yang kurasa.
Masih ingatkah kau? Ah, pasti lupa!"


Ini akhir,
untuk menghalau semua
untuk menyimpan sebagai cerita


Untuk awal,
dengan yang baru
mencoba
sepenuh jiwa raga


Thanks Zal :')





Jatinnangor, 21 Oktober 2014
02.11 WIB

Rabu, 20 Agustus 2014

Pilihankah? Ujiankah? Atau Keduanya?


Sesungguhnya ini adalah pencakapan batin yang belum kunjung usai
Dan ini adalah pengetikan ulang ketika tulisan pertama hilang. Human error memang

***

                Ketika ditanya kapan seorang Resti Octaviani tidak merasa percaya diri? Jawabannya adalah saat ini. Mari kita lihat gambar di bawah,
Korps Protokoler Mahasiswa (KPM) Universitas Padjadjaran (atas), Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam (KAPPA) Fikom Unpad (bawah).

Aku sangat senang dan bersyukur dapat bergabung menjadi bagian dari kedua organisasi di atas. Walaupun memiliki kekontrasan tapi inti pada keduanya sama. Perencanaan-Proses-Kegiatan-Evaluasi-Perbaiki. Siklus itu akan selalu berputar karena itulah belajar. Belajar memang selalu menjadi kafein dalam hidupku. Bahkan menjadi zat adiktif.           

                Permasalahanku saat ini ada pada events besar dalam waktu yang bersamaan. Independent Journey yang membutuhkan perencanaan dan proses yang begitu matang, juga jam terbang untuk latihan yang tidak instan. Seminar Keprotokoleran yang mengundang pembicara dari perusahaan tingkat ASEAN, dengan kata lain seminar ini berhubungan dengan dunia Internasional dan membawa nama baik kampusku.
               
                Ada tanggung jawab lebih yang menuntut komitmenku. Tak ingin aku hianati proses. Tak ingin aku mundur dari langkah ini.

                Aku sangat yakin dan percaya akan janji Allah, Tuhanku, bahwa “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Bahkan Allah menegaskannya dua kali dalam surat yang sama. Al-Insyirah.

                Bukankah Allah SWT tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi batas kemampuannya? Namun, aku tak yakin dapat menjalani dan mempersiapkan keduanya dalam waktu yang bersamaan. Apakah ini pilihan? Apakah ini ujian? Atau apakah ini keduanya?

                Dimanakah posisiku saat ini? Apakah ada dalam soal pilihan ganda atau soal essay? Apakah aku harus memilih salah satunya? Atau menjabarkan keduanya? Memang pada soal Ujian Tengah Semester pun (UTS), kedua jenis soal tersebut akan memilki bobot nilai yang berbeda.

                Mungkin jika aku memandang hal yang selama ini menghantui waktu istirahatku di sela-sela kegiatan yang tak ada hentinya sebagai soal piihan ganda berarti aku hanya dapat memilih salah satu di antaranya. Dan menunda yang satunya. Tidak, tidak, karena selama ini semangat keagresifan berwujud ambisi selalu berontak sebelum dan sesudah fiksasi dari keputusanku ter-umbar.

                Kegalauan ini masih membanjiri pikiran. Aku memang masih labil. Masih suka bingung. Masih suka bertanya apa yang tak perlu ditanya. Masih ingin mencoba apa yang belum ku coba.  masih selalu membutuhkan pertimbangan orang lain dalam setiap masalah. Masih selalu memikirkan langkah ketika fiksasi sudah terumbar sekalipun.

                Oktober, Sembilan belas tahun yang lalu aku dilahirkan pada bulan ini. Namun, pada 2014, aku dihadapkan pada tangga kedewasaan. Ya tangga itu menantang dengan eloknya. Oktober, bulan kebentrokan Independent Journey dan Seminar Protocol Fair. Tak pernah terpikirkan sebelumnya ketika aku harus memilih atau menjalani keduanya?

                Sama tak terpikirkannya ketika Wa Yana datang pada sore itu dan menyarankanku untuk lanjut pada akhir Oktober. Begitupun saran dari Kang Bayu agar aku tetap lanjut tahun ini (walaupun ia tidak begitu to the point). Mampukah aku? Wa Yana adalah my best rafting teacher in my life. Saran dari beliau yang terucap tanpa diminta mebuatku sangat galau sekalipun fiksasi sudah terumbar.

                Wa Yana meyakinkan bahwa aku bisa menjalankan Independent Journey pada tahun ini, akhir Oktober. Kenapa aku tidak begitu yakin dan mampu? Mungkin karena seminar tadi? Inilah konsekuensi dari komitmen yang harus dipertanggungjawabkan.
               
Sesungguhnya sampai detik ini aku masih galau, semangat dalam keyakinan masih berkoar.
Namun pada intinya AKU AKAN TERUS BELAJAR.
TAK AKAN BALIK KANAN.


                Aku pun sempat membaca sebuah artikel pada suatu blog yang mengingatkanku akan janji Allah, tapi masih beralaskan kekalutan karena fiksasi yang terumbar . Entahlah.. 

Selasa, 05 Agustus 2014

Cerita dalam Rantau #Part 1

Wahai saudara rantauku,
Tak pernah terpikirkan oleh ku akan dihadapkan dengan pilihan seperti ini. Ikuti hawa nafsu atau mengembangkan semangat yang di ujuk tanduk.

Mari kita flashback..

Siang itu, bersama teman-teman ku tulis nama dan urusan di atas kertas pendaftaran Cangok. Aku memilih sendiri, tanpa paksaan, hanya mengikuti kata hati. Siang itu aku memilih.

Uang saku yang rakyat Indonesia amanahkan padaku, ku gunakan untuk membeli perlengkapan Hari Pertarungan itu. Outing To.

Syukurku, mempunyai orang tua yang sangat mendukung kegiatan yang dipilih.
Hingga pada suatu hari, adikku sakit. Meningitis.


Dokter kurang pintar! Bagaimana mungkin adikku yang di bawa ke beberapa rumah sakit dan ditangani beberapa dokter mengatakan bahwa ia hanya demam biasa. Kau dapat dari mana gelar dr. mu itu dok?

Kejang dingin untuk pertama kalinya di rumah sakit umum daerah yang ada di kotaku membawa tubuh kecil itu ke “ruang tindakan”. Dan dinyatakan mengidap meningitis atau radang otak. Ia harus segera di bawa ke ruang ICCU dan dirawat minimal 30 hari.

Kondisi ekonomi keluarga kami memang sedang menurun, baru beberapa hari Bapak ku di rawat di rumah sakit swasta. Dan aku memang berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Tak ada kartu-kartu yang dapat meringankan biaya perawatan, apalagi menggratiskannya.

Dengan keberanian dan tenaga ini, aku pergi ke tempat registrasi RSUD, aku minta agar adikku segera dipindahkan ke ruangan ICCU. Aku masih ingin melihat hitam biji lengkeng di bola matanya. Aku masih ingin bermain dengan anak pintar itu.

Pihak rumah sakit tak bisa memindahkan adikku ke ruang ICCU sebelum membayar biaya perawatan selama beberapa hari di ruang anak, sedangkan  biaya perawatan di ruang ICCU itu sendiri  Rp 3 juta/hari, belum termasuk obat.

Sebagai anak pertama, aku membantu Bapak ku untuk mengurus semua. Aku pergi ke kantor desa untuk membuat BPJS. Namun, itu hari Minggu. Akhirnya aku pergi ke rumah ketua RT, ketua RW, kepala desa, dan pihak-pihak terkait yang mungkin bisa meringankan biaya perawatan adikku.

Dengan “harapan” itu, akhirnya adikku dapat masuk ke ruang ICCU.  Sedih rasanya hanya bisa melihat tubuh kecil itu dari jendela lorong ruang ICU. Perlengkapan ruang perawatan itensif harus dipakai sempurna ketika ingin bertemu dengan jagoanku. Tak kuasa ku melihat kabel-kabel yang meilit tubuh adikku, mulai dari hidung sampai ujung kaki.

Air mata tak kuasa untuk ku tahan. Pamit ku kepada balita pintar siang itu ternyata untuk selamanya. Ku percayakan ia pada Allah SWT dan dokter. Syukurku kembali, mempunyai seorang ibu yang sangat tegar. Ia mampu menularkan semangatnya padaku sekalipun sedang dihadapkan dengan malaikat kecilnya yang terbaring tak sadarkan diri itu.

Aku pun harus pergi ke Jatinangor, melanjutkan pilihan itu. Melakukan semua simulasi sebelum pergi ke lapangan.

H-5 OT (malam), hujan mengguyur Jatinangor. Aku ingat Alif, aku ingin pulang untuk menjenguknya walaupun hanya semenit saja. Aku ingin melihat wajahnya…

Selasa, 4 Februari 2014, H-4 OT (pagi), usai shalat subuh, ku kaji lembaran kitab suci umat Islam. Matahari masih enggan menampakkan sinarnya di kosan Nisa. Ya, semalam aku menginap di kosan Nisa.
Pagi itu, aku buka socmed biru. Masuklah pesan berisi berita duka dari sahabatku saat sekolah dasar. Butiran air bening itu pecah di luar bola mataku. Jari ini menari dengan lincahnya di atas keyword Nokia X-2. Mom, send.

Mom Calling…

Tak kuasa menahan tangis, cepat-cepat ku buka balutan kain ibadah yang sejak subuh ku kenakan. Dalam isak, ku siap-siap untuk pergi ke Sukabumi, pagi itu juga. Nisa sengaja tak ku bangunkan. Hingga akhirnya ia terbangun sendiri karena suaraku isakku.

Tak ku hiraukan isak yang menemaniku ke pangdam depan kampus. Sepanjang jalan air bening itu mengalir, tak ku pedulikan penumpang lain. Memori ini memproses ingatan ke beberapa hari yang lalu, beberapa minggu yang lalu, beberapa bulan yang lalu, dua tahun yang lalu.

Kemacetan Padalarang memang selalu tak bersahabat. Sekitar pukul 09.00 WIB mama  menelepon. Ia mengabarkan bahwa jenazah adikku sebaiknya dimakamkan segera. Tak baik berlama-lama didiamkan di rumah. Baiklah.

Sekitar pukul 11.00 WIB aku tiba di rumah. Sahabatku, Rani, menjemput di terminal. Bendera kuning itu berkibar di depan gang rumah. Isak ini tak kuasa untuk ku tahan lagi.

Selamat tinggal Muhammad Nadliffansyah Putra….



Harapan orang tuaku terhadap kesuksesan Alif terbagi dua. Massa di pundak ini bertambah, . tanggung jawab, ku leburkan dengan semangat.




 Album Foto MNP


Senin, 13 Januari 2014

Aku pun Sama Seperti Mereka


pernahkah kau muda, mama? :'(

aku pun sama seperti mereka

Minggu, 12 Januari 2014

Banyak Sih, tapi ...

banyak sih kata yang pengen ditulis, eh ditik, tapi pas buka laptop buka komputer, mau nulis apa yak? lupa

banyak sih tempat yang pengen dijelajahin, tapi males perginya karena harus mandi pagi-pagi

banyak sih temen buat diajak maen tapi lagi pada sibuk, ah mungkin lagi asik sama temen-temen barunya

banyak sih yang lalu *ehm (boy gitu yak), aduh lupakan biarkan mereka bahagia sama yang baru

s.d.a, siap-siap nerima undangan pernikahan aja dan pergi ke resepsinya entah dengan siapa

s.d.a, langgeng setelah usai sama gue, semoga gue cepet-cepet ketemu sama calon imam buat seumur idup amin yak, langsung lamar kek, nikahnya ntar aja pas udah kuliah sama kerja dua taunan gitu yak #apasih -_- tapi aminkan!

banyak sih yang pengen dilakuin, tapi males mulai

banyak sih foto-foto baru, tapi males ngapload

banyak sih yang full face, tapi  entah kenapa pengen yang ini aja


kayaknya pas gitu yak sami idup gue yang sekarang, belom pullll

ohhhhh, i need someone now :3