Sabtu, 30 Oktober 2010

Sabtu Malam, 30 Oktober 2010

Masalah,,pasti semua orang mempunyai masalah.
Berani hidup berarti berani mengambil masalah. Di Sabtu malam ini untuk yang ke dua kalinya aku bermasalah dengan kakak kelasku :(
Tidak bermaksud untuk melunjak, namun IT'S ME!!!
Akan bertindak, tidak akan diam, bahkan mungkin sedikit melawan bila sudah tak bisa menerimanya. Sakiiiittt yg kurasa sekarang,,,,
Bukan karena hatimu! Tetapi karena tutur katamu :(

Mulai sekarang, akan kucoba menilai sseorang dengan cara melihat hatinya, tdk parasnya. Mendengar perkataannya ketika ia sedang dilanda keterpurukan, tdk sedang senang. Melihat kedekatannya kepada Allah SWT pada saat sedang dilanda masalah, bukan hanya pada saat banyak orang yang berbondong-bondong melakukan kebaikan yang sama. Merasakan hindarannya... pada suatu tindakan yang dilarang oleh Allah SWT.
KEEP HAMASAH :)

Hari ini Boleh Menyesal Namun Hari Esok Akan Bersyukur (Insyaallah)

-->
(by: Echi Qirey/ Resti Octaviani)

-->
Kata ‘Diterima’ dan ‘Tidak diterima’ menemaniku selama di perjalanan menuju salah satu SMAN favorit tujuanku. Namun kenapa kata ‘Tidak Diterima’ lebih setia menemaniku? Apakah ini tandanya aku optimis? Optimis karena ‘tidak diterima’? Dan pesimis karena ‘diterima’? Entahlah...
Perjalanan selama (kira-kira) satu jam dari daerahku menuju daerah yang kutuju, karena macet terasa begitu lama. Terlebih aku pergi ke daerah yang kutuju itu bersama seorang temanku. Dan selama di perjalanan yang menegangkan itu, aku bersama temanku tidak banyak bicara. Kami lebih memilih diam, dan terfokus pada pikiran kami masing-masing.
Satu jam sudah. Kami pun sampai di tempat yang dituju. Salah satu SMAN favorit di kabupatenku. Hatiku pun megikuti ragaku yang terus berjalan ke lapangan SMA itu. Di sana terpampang beberapa lembar kertas yang ditempel di dua papan. Pertama kuamati sebentar papan yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak Diterima’. Namun namaku tak ada. Lalu kuamati papan kedua yang di atasnya bertuliskan ‘Diterima’. Ternyata namaku juga tidak ada. Untuk yang kedua kalinya kembali kuamati secara teliti papan yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak Diterima’.
‘Ya Allah,,,’ tiba-tiba persendianku terasa lemas sekali. Ternyata namaku terpampang di sebuah kertas pertama yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak diterima’. Mataku terasa tertusuk besi api. Perih, sakit,... ‘Namun aku harus tegar, aku tak boleh nangis.’ Kugigit bibir bawahku untuk menahan itu. Senyum bahagia yang mengembang di bibir teman-temanku yang telah dinyatakan ‘Diterima’ pun membuat hatiku terasa teriris-iris.
Kakiku pun ingin segera pergi meninggalkan tempat itu. Sampai akhirnya, saat di gerbang sekolah kami bertemu dengan seorang guru. Guru itu bertanya kepada kami “bagaimana kalian keterima?” Semua temanku menjawab, “Alhamdulillah Pak keterima”. Hanya aku yang tidak. Lalu guru itu pun mengobrol sebentar bersamaku. “Bagaimana kalau kamu ikut tes di SMAN favorit lain?” tanya guru itu padaku. “Tapikan Pak, bukannya pendaftarannya sudah ditutup?” tanya balikku.
“Siapa bilang?”
“Hmmm,,,boleh.”
“Ya udah, kalau kamu mau, itu semua bisa diatur.”
Guru itu pun menelepon Bundaku di sekolahku. Dan guru itu juga menyuruhku untuk mengobrol dengan Bundaku itu di sekolahku.
Sesampainya di sekolah aku langsung menghampiri Bundaku. Dan kami mengobrol tentang sekolah menengah yang akan segera kutempati. Ternyata guru yang menawariku untuk masuk ke SMAN favorit lain itu menawarkan sebuah jalur khusus. Jalur yang ‘tidak akan’ diridhoi oleh Allah SWT. Bundaku pun menyarankan aku untuk menolak tawaran itu. Dan beliau menceritakan pengalamannya dalam bidang pendidikannya dulu. Beliau juga menceritan pengalaman adiknya yang sama denganku. Malah adiknya beliau juga dapat dikatakan lebih cerdas dariku –pendapatku sesuai dengan pengalamannya yang diceritakan Bunda-.
Selain menceritakan pengalaman-pengalaman yang dapat (tidak sedikit) menyembuhkan luka yang mengiris hatiku itu, beliau juga memberikan nasihat nasihatnya. “Hari ini boleh menyesal namun hari esok akan bersyukur (Insyaallah)”, kata yang akan selalu kuingat dalam benakku. Beliau juga menyarankan aku untuk tidak masuk ke SMAN favorit yang dapat menerimaku melaluli jalur yang ‘tidak akan’ diridhoi oleh Allah tapi melelui jalur tes yang Insyaallah akan diridhoi oleh Allah. Dan juga SMAN yang tidak termasuk SMAN favorit di daerahku. Karena di sana lebih besar peluang aku untuk diterima dan mendapatkan beasiswa atas prestasiku (amin).
Pada awalnya aku tidak mau daftar ke SMAN yang tidak favorit itu karena ‘gengsi’. Namun Bundaku kembali memberikan nasihatnya, “jangan gengsi untuk sekolah di sekolah yang tidak favorit. Justru di sekolah yang tidak favorit itu insyaallah kamu akan menjadi murid favorit. Karena tidak akan terlalu banyak saingan seperti di sekolah-sekolah favorit. Tapi itu semua Ibu serahkan kembali ke diri kamu.”
Sesampainya di rumah, Mamaku pun menasihatiku dengan nasihatnya yang dapat membuatku bangkit kembali –sama seperti Bundaku di sekolah-. “Ingat, perjuangan kamu baru satu langkah untuk mencari sekolah yang kelak akan kamu tempati. Masih banyak sekolah-sekolah lain yang belum kamu langkahi. Jadi jangan putus semangat dan harapan ya? Terus berjuang!” J
Thank for my mother, my teacher, my friends, and you all.
JJJ
Saya harap cerita ini dapat membuat teman-teman sekalian tetap semangat untuk menuntut ilmu. Terutama bagi kalian yang ,memiliki nasib sama seperti cerita itu, ‘TETAP SEMANGAT! MARI KITA PERANGI GENGSI KITA UNTUK MENUNTUT ILMU! BERJUANG!!!!’
*Silahkan tinggalkan komentar anda....



Alhamdulilla, tiga tahun kemudian setelah "menyesal" rasa syukur itu terpanjatkan :)