Kamis, 28 April 2011

Rasa Syukur di Balik Sebuah Kegagalan

hei hei mau ngeblog lagi nih..

tapi sebenarnya posting ini tugas bahasa Indonesia (SMANCIS, XE) yang disuruh bikin cerpen karya sendiri ya udah aku tambahan aja cerpen "Hari ini Boleh Menyesal Namun Hari Esok Akan Bersyukur (Insyaallah)". hhe

kita langsung aja:

Rasa Syukur di Balik Sebuah Kegagalan

Karya Echi Qirey Smith

Pagi pun tiba. Kicauan burung mulai terdengar samar-samar membangunkan alam sambil mengikuti suara adzan nan syahdu. Matahari mulai menebarkan pesonanya dengan malu-malu. Aku pun bangun. Sekilas kulirik jam dindingku. Jarum panjang jam sudah menunjukkan angka lima. Sehingga memaksaku menjalankan aktifitas seperti biasanya.

Percikan air wudhu kubiarkan membasahi muka. Sungguh segar. Sehingga membuat hati orang yang melakukannya terasa damai.

dcJJJdc

“Sist, jangan lupa ya nanti siang ba’da dzuhur kita ke sekolah buat beresin mading. Ok?” isi pesan dari temanku, Kak Dewi.

Aku pun langsung menekan tombol reply dan menulis sebuah kata singkat, “Ok!” lalu kutekan tombol send.

Setelah itu, aku rebahkan tubuhku di atas tempat tidur berseprai hijau muda. Alhamdulillah, walaupun ini hari libur –karena kelas 3 sedang malaksanakan Ujian Nasional (UN)- namun aku masih mempunyai agenda yang cukup padat untuk mengisi hari liburku ini.

Sekarang aku duduk di kelas 1 SMA Negeri, yang dulu tak ada rasa terrtarik sedikit pun untuk sekolah di sini. Aku mengikuti kepengurusan OSIS dan menjabat sebagai anggota sekbid 6, yang bertugas mengurus mading. Di sana aku bekerja sama dengan Rosma dan Kak Dewi -kakak kelasku semasa SMP-. Memang seharusnya sekarang aku sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti UN. Namun, saat di sekolah menengah pertama aku mengikuti suatu program percepatan. Sehingga hanya dua tahun untuk melakukan studi di SMP. Terasa begitu cepat dibanding dengan teman-teman angkatanku lainnya, namun itulah takdir.

Untuk mencari inspirasi tentang apa yang akan aku tempel di mading nanti siang, aku pun menekan tombon on pada CPU komputerku. Dan tanganku langsung menggenggam mouse. Entah kenapa sampailah pandanganku pada sebuah folder yang berisi kumpulan cerpen karyaku. Dan ada sebuah cerpen yang selalu menarik perhatinaku untuk dibaca. Cerpen itu aku beri judul ‘Hari ini Boleh Menyesal Namun Hari Esok akan Bersyukur (Insyaalah)’. Judulnya memang cukup aneh dan terlalu panjang, namun cerpen itu menceritakan tentang sebuah pengalamanku sendiri yang tidak akan pernah aku lupakan.

Denga sigapnya saat dokumen itu terpampang di layar monitor, aku langsung membacanya.

Kata ‘Diterima’ dan ‘Tidak diterima’ menemaniku selama di perjalanan menuju salah satu SMAN favorit tujuanku. Namun kenapa kata ‘tidak diterima’ lebih setia menemaniku? Apakah ini tandanya aku optimis? Optimis untuk ‘tidak diterima’? Dan pesimis untuk ‘diterima’? Entahlah.

Perjalanan selama (kira-kira) satu jam dari daerahku menuju daerah yang kutuju, karena macet terasa begitu lama. Terlebih aku pergi ke daerah yang kutuju itu bersama seorang temanku. Dan selama di perjalanan yang menegangkan itu, aku bersama temanku tidak banyak bicara. Kami lebih memilih diam, dan terfokus pada pikiran kami masing-masing.

Satu jam sudah. Kami pun sampai di tempat yang dituju. Salah satu SMA Negeri favorit di kabupatenku. Hatiku pun megikuti ragaku yang terus berjalan ke lapangan SMA itu. Dimana kertas pengumuman penerimaan siswa baru dipampang. Teman-temanku yang lainnya ternyata telah sampai leih dulu. Di sana terpampang beberapa lembar kertas yang ditempel di dua papan. Pertama kuamati sebentar papan yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak Diterima’. Namun namaku tak ada. Lalu kuamati papan kedua yang di atasnya bertuliskan ‘Diterima’. Ternyata namaku juga tidak ada. Untuk yang kedua kalinya kembali kuamati secara teliti papan yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak Diterima’. Resti Octaviani.

‘Ya Allah...’ tiba-tiba persendianku terasa lemas sekali. Ternyata namaku terpampang di sebuah kertas pertama yang di atasnya bertuliskan ‘Tidak diterima’. Selisih nilai dari yang diterima dengan aku hanya sedikit. Mataku terasa tertusuk besi api. Perih, sakit... ‘Namun aku harus tegar, aku tak boleh nangis.’ Kugigit bibir bawahku untuk menahan itu. Senyum bahagia yang mengembang di bibir teman-temanku yang telah dinyatakan ‘diterima’ pun membuat hatiku terasa teriris-iris. ‘Ya Allah, kenapa teman-temanku yang seorang siswa kelas reguler pada masuk? Sedangkan aku tidak. Engkau tidak adil! Kenapa Engkau memberikan penerangan yang padam saat aku akan belajar untuk mengikuti tes kemarin ya Allah?’ jerit batinku yang terus menyalahkan Tuhan karena ketidak adilan-Nya. Namun, batinku dari sisi yang berbeda berkata lain, ‘ itu salah aku sendiri, kenapa tidak belajar dari jauh-jauh hari untuk mengikuti tes itu, atau saat siang hari’.

Kakiku pun ingin segera pergi meninggalkan tempat itu. Sampai akhirnya, saat di gerbang sekolah kami bertemu dengan seorang guru. Guru itu bertanya kepada kami “bagaimana kalian diterima?” Semua temanku menjawab, “Alhamdulillah Pak diterima”. Hanya aku yang tidak. Memang teman-teman dari sekolah menengah pertama yang sama denganku juga ada yang tidak diterima. Namun, pada saat itu kebetulan aku sedang bersama teman-teman yang dinyatakan telah diterima. Lalu guru itu menawariku sebuah sekolah lain. “Bagaimana kalau kamu ikut tes di SMAN favorit lain?” tanya guru itu padaku. “Tapikan Pak, bukannya pendaftarannya sudah ditutup?” tanya balikku.

“Siapa bilang?”

“Hmmm...boleh.”

“Ya udah, kalau kamu mau, itu semua bisa diatur.”

Guru itu pun menelepon Bunda -panggilan untuk wali kelasku- yang sedang ada di sekolah. Dan guru itu juga menyuruhku untuk membicarakan hal ini dengan Bundaku di sekolah.

Sesampainya di sekolah, tak kuasa kulangkahkan kaki menuju ruang guru dengan jiwa dan raga yang sangat lemas. Tangisku pun tidak dapat ku bendung lagi pada saat aku menghampiri Bunda. Dan kami langsung membicarakan sekolah menengah atas yang akan segera kutempati. Ternyata guru yang menawariku untuk masuk ke SMAN favorit lain itu menawarkan sebuah jalur khusus. Jalur yang ‘tidak akan’ diridhoi oleh Allah SWT. Bundaku pun menyarankan aku untuk menolak tawaran itu. Dan beliau menceritakan pengalamannya dalam bidang pendidikan dulu. Beliau juga menceritan pengalaman adiknya yang sama denganku. Dia begitu cerdas -kesimpulanku sesuai dengan kejadian-kejadiannya yang Bunda ceritakan-. Namun dia dapat bangkit kembali dengan perasaan dendamnya terhadap sekolah yang gagal menerimanya itu. Sebuah dendam positif yang berhasil ia ubah menjadi prestasi.

Selain menceritakan pengalaman-pengalaman yang dapat (tidak sedikit) menyembuhkan luka yang mengiris hatiku itu, beliau juga memberikan nasihat nasihatnya. “Hari ini boleh menyesal namun hari esok akan bersyukur, Insyaallah”, kata yang akan selalu kuingat dalam benakku. Beliau menyarankan aku untuk tidak masuk ke SMAN favorit lain yang dapat menerimaku melaluli jalur khusus itu. Jalur yang ‘tidak akan’ diridhoi oleh Allah. Tapi beliau menyarankan untuk masuk ke SMA Negeri melelui jalur tes, yang Insyaallah akan diridhoi oleh Allah SWT. Dan beliau juga menyarankan aku untuk masuk SMAN yang tidak termasuk SMAN favorit di daerahku. Karena di sana lebih besar peluang aku untuk diterima dan mendapatkan beasiswa atas prestasiku (amin).

Pada awalnya aku tidak mau daftar ke SMAN yang tidak favorit itu karena ‘gengsi’. Namun Bundaku kembali memberikan nasihatnya, “jangan gengsi untuk sekolah di sekolah yang tidak favorit. Justru di sekolah yang tidak favorit itu insyaallah kamu akan menjadi murid favorit. Karena tidak akan terlalu banyak saingan seperti di sekolah-sekolah favorit. Tapi itu semua Ibu serahkan kembali ke diri kamu.”

Sesampainya di rumah, Mama pun menasihatiku dengan nasihatnya yang dapat membuatku bangkit kembali –sama seperti Bundaku di sekolah-. “Ingat, perjuangan kamu baru satu langkah untuk mencari sekolah yang kelak akan kamu tempati. Masih banyak sekolah-sekolah lain yang belum kamu coba. Jadi jangan putus semangat dan harapan ya? Terus berjuang!”

Tak lama handphoneku bergetar. Tanda pesan masuk. Dan ternyata tu pesan singkat dari sahabatku, Liana. ‘Friend, jangan sedih. Masih banyak sekolah lain yang menunggu kedatanganmu J’. Setelah membaca itu, aku pun kembali semangat.

Thanks for my mother, my teacher, my friends, and you all.

dcJJJdc

‘Hufhhh.’ Suara dengusanku setelah membaca cerpen itu. ‘Astahfiruah, begitu hinanya aku ketika aku berseru bahwa Allah tidak adil. Ya Allah...ampunilah dosa hamba.’

Saat itu pula tanganku membuka folder foto yang bernama ‘Skenario Ilahi di Balik Suatu Kegagalan’. Disana berderet foto-fotoku yang mendokumentasikan setiap kegiatan yang cukup menarik selama di sekolah menengah atas.

Foto pertama yaitu foto bersama teman-teman baruku. Sheri dan Sintia. Selanjutnya yaitu foto bersama teman-teman pengurus OSIS dan MPK saat mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) yang dilaksanakan di Yon Armed 13 Cikembar, pada bulan Agustus kemarin. Ada juga foto saat aku menjadi panitia pada acara-acara yang dilaksanakan sekolah. Dimulai dari acara kunjungan ke panti asuhan, pekan olah raga kelas, gelar seni, dan apresiasi seni. Tak hanya itu, ada juga foto saat mengikuti kegiatan studi banding ke SMAN 2 Bogor. Lalu foto di Bandung saat menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti diklat kewirausahaan se-Jawa Barat bersama teman-teman baru dari sekolah lain, termasuk teman dari sekolah favorit yang dulu aku pernah ikut seleksinya. Selanjutnya foto di STIE Bogor, pada saat mengikuti olimpiade akuntansi. Dan yang masih baru terdokumentasikan adalah foto saat menjadi duta HIV/AIDS se-kokab Sukabumi beserta 29 temanku lainnya.

Subhanallah ternyata inilah skenario Ilahi yang diberikan kepadaku di balik sebuah kegagalan. Sebuah kegagalan yang tidak akan membuatku merasa bodoh selamanya, karena aku telah mencobanya dan tahu dimana letak kesalahanku. Aku jadi teringat akan kata-kata Bundaku,’hari ini boleh menyesal, namun hari esok akan bersyukur, Insyaallah’. Dan semua itu benar. Semoga Allah tidak menjadikan aku sebagai hambanya yang tinggi hati.

Kini aku semakin yakin bahwa dalam setiap kejadian yang dirasa pahit dan sulit untuk dijalani dalam hidup ini pasti akan ada sebuah keajaiban di balik semua itu. hidup akan terasa indah bila kita menjalaninya dengan DUIT (Do’a, Usaha, Ikhtiar, dan Tawakal). J

dcJJJdc

SELESAI

Profil Pengarang

Cerpen yang berjudul “Rasa Syukur di Balik Sebuah Kegagalan” ini merupakan cerpen ke-5 yang ditulis oleh seorang siswi SMAN 1 Cisaat kelas XE. Nama asli dari nama pena Echi Qirey Smith adalah Resti Octaviani. Dia anak pertama dari dua bersaudara.

Hobby-nya sangat banyak. Diantaranya membaca novel, membaca cerpen, meulis puisi, menulis cerpen, menggambar, menonton TV, online, berimajinasi, dan masih banyak lagi.

Cita-citanya pun sangat banyak. Seperti ingin menjadi seorang penulis terkenal seperti Andrea Hirata dan Asma Nadia, menjadi seorang reporter, pelukis, guru Bahasa Indonesia, guru Akuntansi, dll. Tapi yang paling diinginkannya yaitu membuat kedua orang tuanya bahagia dan bangga. J

Bila ada yang tertarik untuk melihat karya Resti Octaviani lainnya, dapat dilihat di www.echiqirey.blogspot.com

Atau jika ada kritik dan saran dapat dikirim ke:

E-mail: restioctaviani35@yahoo.com

Facebook: Echi Qirey Smith/ restioctaviani01@ymail.com

Twitter: @echiiqirey

Unsur Intrinsik Cerpen

1. Tema : Realita Kehidupan

2. Judul : Rasa Syukur di Balik Suatu Kegagalan

3. Tokoh-tokoh :Resti, Mama (Ibu kandung Resti), Bunda (Wali kelas), Pak Guru, Kak Dewi, Rosma, dan Liana.

4. Penokohan : F Resti : baik, pemalas, suka menunda- nunda waktu, dan emosional (gampang terbawa suasana)

F Mama : baik, penyabar, dan bijaksana.

F Bunda : baik dan bijaksana

F Pak Guru : tidak bijaksana

F Kak Dewi : baik

F Rosma : baik

F Liana : baik

5. Sudut pandang : Orang pertama tunggal

6. Latar tempat : Kamar, SMA Negeri, dan ruang guru

7. Latar waktu : Pagi dan siang

8. Latar Suasana : Menegangkan dan mengharukan

9. Alur : Campuran

10. Amanat : G Jangan menunda-nunda waktu!

AJangan menyerah untuk menjalani hidup, walau ada rintangan seberat apa pun. Karena Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.

BSelalu bersyukur atas apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita.



SEMOGA BERMANFAAT :)

Aku Bisa

Hmmmpppt….akhirnya UAN selesai juga. Aku pun pulang bareng bersama teman-temanku. Yaitu; Nisa, Uni, Fina, Fini, dan Dewi. Canda tawa keluar dari mulut kami semenjak keluar kelas sampai pintu gerbang sekolah. Namun tiba-tiba terdengar suara Bu Mifah –wali kelasku- memanggilku.

“Luna. Kemari!” Suaranya dari kejauhan.

Sebelum menghampiri Bu Mifah, kupandangi terlebih dulu wajah temanku satu persatu.

“Ada apa ya?” Tanyaku pada teman-teman.

“Gak tau. Samperin aja dulu!” kata Nisa.

Saat kuberjalan menghampiri Bu Mifah, hatiku pun bertanya-tanya ‘ada apa ini?’ Keringat dingin tiba-tiba menyerang diriku. Apalagi Pak Tambun –kepala sekolah SDku- berdiri di sampingnya. Pikiran-pikiran negatif seketika masuk ke otakku. ‘Apa mungkin pengisian LJKku salah?. Atau mungkin mereka akan menyidangiku terkait masalah yang kemarin terjadi?’. Kasus yang telah membuat nama baikku tercemar. Yang telah membuat sikap guru idolaku, yaitu Bu Mifah bersikap tak biasanya padaku. Dan itu terjadi karena aku tidak terlalu suka dengan sikap Bu Mifah yang menganak emaskan Tian. Tapi tidak hanya aku yang tidak suka dengan sikap Bu Mifah itu. Uni, Dewi, Nisa, Fina, Fini, dan Aditya juga tidak suka dengan sikap Bu Mifah. Namun diantara kami, Aditya lah yang paling tidak suka dengan sikap Bu Mifah.

Cowok pendek dan tengil. Ia tidak suka sikap Bu Mifah karena menurutnya tidak adil. Seorang Tian yang jago nyanyi bisa dianak emaskan oleh Bu Mifah. Sedangkan Aditya sendiri yang pernah menjuarai karate sampe tingkat provinsi tidak dianak emaskannya.

Aku takut disidangi karena masalah itu. Setibanya aku di depan Bu Mifah dan Pak Tambun, keringat dingin tidak hanya menyerangku, namun melumpuhkan saraf-sarafku.

“Ada apa ya Bu?” dengan kakunya kalimat itu keluar dari mulutku.

“Ini Pak anaknya,” kata Bu Mifah ke Pak Tambun.

“Oh ini anaknya. Ayo masuk!” ajaknya untuk masuk ke dalam ruang kepala sekolah.

Akhirnya aku pun masuk bersama Pak Tambun dengan diikuti Bu Mifah di belakang kami.

Sederet pertanyaan pun keluar dari mulut Pak Tambun. Dengan kakunya aku menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Pak Tambun satu persatu. Setengah jam pun berlalu. Tiba-tiba Pak Tambun mengajukan sebuah pertanyaan yang tak diduga-duga olehku, “bagaimana jika kamu masuk ke sekolah favorit yang kamu dambakan dan kamu masuk ke kelas Akselerasi?”

“Ya, syukur Alhamdulillah jika saya masuk. Tapi kalau saya masuk ke kelas Akselerasinya mungkin saya tidak akan mengambilnya.” Ucapku dengan kata-kata yang begitu lancarnya keluar dari mulutku.

“Mengapa kamu tidak akan mengambilnya?” tanya Pak Tambun.

“Hmmpt. Saya tidak akan mengambilnya karena bayaran Akselerasi itu lebih mahal dari kelas biasa. Sedangkan ekonomi keluargaku menengah ke bawah.” Jawabku dengan polosnya.

Suasana pun menjadi hening. Kupandangi Pak Tambun yang sedang manggut-manggut tanda mengerti. Namun tak lama , Pak Tambun melebarkan bibirnya sambil melirikku, lalu melirik Bu Mifah. Hatiku pun mulai bertanya-tanya. ‘Kenapa Pak Tambun senyum-senyum seperti itu?’

“Selamat Nak! Kamu masuk kelas Akselerasi. Selamat ya Nak! Dan terima kasih sudah membawa nama baik SD ini ke SMP yang kelak akan kamu diami.” Kata Pak Tambun sambil menahan haru.

Aku pun tersenyum dengan bangganya. Tapi aku berpikir, ”tapi kan Bu, Pak, bagaimana dengan biaya sekolahku nanti?”

“Itu masalah gampang Nak. Kami dan kepala sekolah SMP kamu nanti akan membicarakannya. Jadi, sekarang kamu belajar saja untuk menyongsong masa depan kamu kelak!” kata Bu Mifah sambil meneteskan air mata.

Aku pun tak kuat menahan semuanya. Air mata bahagia mulai membasahi wajahku. Acara cipika cipiki sambil berpelukan pun dimulai. Sungguh bahagianya. Akhirnya aku mendapatkan nama baikku kembali.

Dan setelah selesai acara itu, aku pun menghapiri teman-temanku yang setia menunggu dari tadi. Mereka keheranan melihatku menangis sambil senyum-senyum.

“Na, tadi kamu diapain Na?”

“Gak diapa-apain kok. Cuma...”

“Cuma apa Na”

“Aku masuk kelas Akselerasi di SMP favorit dambaanku,” kataku dengan semangatnya.

“Oyah? Selamat ya Na!”

Acara cipika cipiki sambil berpelukan pun terjadi kembali.

Sesampainya di rumah, aku pun langsung ngasih tahu mamaku kalau aku masuk kelas Akselerasi di SMP favorit yang aku dambakan. Namun tak ada wajah kaget di raut muka mamaku. Hanya ada senyuman simpul yang muncul dari bibirnya.

Aku pun betanya, “Mah, kok mamah gak kaget sih ngedengernya?”

Akhirnya Mamaku pun bercerita panjang lebar. Ternyata beliau sudah tahu sejak kemarin malam. Karena kepala sekolah SMPku terlebih dulu menelepon ke rumah sejak aku sudah terlelap tidur. Dan keesokannya Mama pergi ke sekolah untuk memberi tahu informasi ini ke Bu Mimah, wali kelasku. Namun, mungkin karena Bu Mifah dan Pak Tambun tak sabar memberitahuku, jadinya hari ini mereka memberitahuku. Itulah keterangan yang Mamaku berikan.

“Ughhhht, Mama....kenapa gak ngasih tau aku cih?” rengekku dengan manjanya.

“Kan kejutan.” Ucap Mamaku.

Lagi-lagi acara cipika cipiki sambil berpelukan pun terjadi kembali.

efSELESAIef

*Alhamdulillah,,,ternyata bayarannya (SPP) tidak semahal yang dibicarakan orang. Sebenarnya sama kaya SMA tapi lebih gede dikit ^_^

Guruku

Guru …

Engkau adalah pahlawan tanpa tanda jasa

Sungguh besar jasamu

Sungguh mulia jasamu

Hujan tak menjadi halangan

Panas tak menjadi kendala

Suka dan duka silih berganti

Walaupun banyak rintangan

Namun itu semua, tak membakar semangatmu

Karena, hanya satu tujuanmu

Engkau ingin kami menjadi manusia yang berguna

Bagi Nusa, Bangsa, dan Agama

Enam tahun sudah

Kami dididik dan dibimbing olehmu

Ilmu yang berghuna selalu kau berikan

Tak sedikt kesalahan-kesalahan

Yang selama ini kami perbuat

Maafkan kami ibu,

Maafkan kami ibu guru

Maafkan kami bapak,

Maafkan kami bapak guru

Kini tiba saatnya tuk berpisah

Namun apa yang harus kami lakukan

Hanya ucapan terima kasih

Hanya do’a yang dapat kami panjatkan

Puisi ini saya bacakan di depan teman-teman saya, wali murid, dan guru-guru saya. Tepatnya puisi ini saya bacakan pada saat perpisahan SDN 1 Sukamanah, pada tanggal 28 Juni 2008.

LOVE YOU FRIENDS

<>