Selasa, 17 April 2018

15 Tahun Jejak Petualang (HUT JP)




Pagi itu, 2 November 2012, pergelangan kaki ku cedera saat skipping. Beberapa minggu mengenakan sandal ke sekolah. Bukan manja, nyata sakitnya.


Rutin melakukan olahraga skipping merupakan caraku untuk menambah tinggi badan, selain berenang setiap hari Minggu, dan minum susu berkalsium tinggi (korban iklan haha). Tinggi badanku pada saat itu adalah 157 cm, target yang hendak dicapai adalah 165 cm pada usia 22 tahun (lulus kuliah).


Angka 165 merupakan persyaratan menjadi presenter Jejak Petualang. Saat itu, aku masih lepas pasang khimar. Jadi, tak masalah jika ada persyaratan “tidak memakai hijab”.


FYI, dalam Islam hijab itu “pakaian” yang menutup aurat sesuai syariat Islam, jilbab itu gamis, dan khimar itu penutup kepala.


Setelah lulus SMA, aku melanjutkan studi di Fikom Unpad, jurusan Jurnalistik. Di bangku kuliah, aku bergabung dengan Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam (KAPPA). Sebuah unit kegiatan mahasiswa dengan dasar keilmuan komunikasi untuk diaplikasikan dalam kegiatan alam bebas. Wah, pas! Linear dengan cita-citaku. Walau saat itu sudah tidak bercita-cita menjadi seorang presenter Jejak Petualang karena tiga hal. Tinggi badanku mentok di 160cm, aku memutuskan untuk berkhimar, dan rasanya aku tidak se camera face itu untuk muncul di JP. haha


Selain KAPPA, aku juga bergabung dengan Korps Protokoler Mahasiswa. Tempat ku berlatih untuk bekerja secara profesional karena selain mengurus kegiatan internal organisasi, juga harus menjadi protokoler dalam beberapa kegiatan yang ada di Unpad.


Jurnalistik, KAPPA, dan KPM. Ketiganya membentuk sebuah cita-cita baru. Harus menjadi reporter TV, setelah itu menjadi Public Relations di sebuah perusahaan media, lalu menjadi PR di sebuah perusahaan multinasional atau BUMN. Kalo ga jadi reporter TV (di salah satu dari tiga stasiun TV yang terlihat masih independen), berarti harus langsung jadi PR.


Usai sidang Agustus 2017 lalu, istirahat. Menikmati kelulusan walau belum revisi. Dan secara tak sengaja melihat informasi rekrutmen reporter di TV yang ku incar. Langsung gaspol. Malam takbir menuju lebaran Idul Adha di Dunkin Donuts Jatinangor bikin CV sampai ketiduran dan dibangunin Abang Dunkin pukul 6 pagi di hari lebaran (untung saat itu lagi datang bulan, jadi ga nyesel, tapi malu). LOL


Alhamdulillah bisa ikut tahapan rekrutmen di TV yang ku pengen. Mata berkaca-kaca pas liat profil perusahaan yang ada di Jalan Kapten Tendean. Setelah test di sana, malamnya ada email masuk dari HR stasiun TV berita saudaranya TV yang pertama, masih di Kapten Tendean. Satu Bapak. Kalo yang kedua ini, emang lebih keren karena bekerja sama dengan turner international. Ga sengaja apply, tapi HR nya hubungin aku via linkedin. Setelah itu, aku nunggu satu TV yang emang sampai saat ini belum rekrutmen buat reporter. Sambil nunggu, coba-coba apply di salah satu stasiun TV Biro. Namun, belum rezekinya walau ada yang sudah sampai tahapan casting. Ada yang suruh nunggu ampe tahun pilkada selesai, ada juga yang tidak bisa menerima karena aku memakai simbol agama. Kalo alasan khimar ini emang udah diwanti-wanti sama seniorku yang jadi news anchor di salah satu TV berita sih. Tapi penasaran aja gitu pengen nyoba.


Finally, aku ga jadi presenter JP, ga jadi reporter, tapi jadi PR di sebuah media yang menyebarkan berita baik.  Ternyata Allah ngasih loncatan karier. Alhamdulillah…




Mengutip kalimat di salah satu drakor, "Lagipula, melewati hidup ini adalah pertama kalinya bagi kita semua."





Mengikhlaskan sesuatu itu memang sulit tapi Allah lebih tahu mana yang terbaik dan dibutuhkan hamba-Nya. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?