Kamis, 28 April 2011

Aku Bisa

Hmmmpppt….akhirnya UAN selesai juga. Aku pun pulang bareng bersama teman-temanku. Yaitu; Nisa, Uni, Fina, Fini, dan Dewi. Canda tawa keluar dari mulut kami semenjak keluar kelas sampai pintu gerbang sekolah. Namun tiba-tiba terdengar suara Bu Mifah –wali kelasku- memanggilku.

“Luna. Kemari!” Suaranya dari kejauhan.

Sebelum menghampiri Bu Mifah, kupandangi terlebih dulu wajah temanku satu persatu.

“Ada apa ya?” Tanyaku pada teman-teman.

“Gak tau. Samperin aja dulu!” kata Nisa.

Saat kuberjalan menghampiri Bu Mifah, hatiku pun bertanya-tanya ‘ada apa ini?’ Keringat dingin tiba-tiba menyerang diriku. Apalagi Pak Tambun –kepala sekolah SDku- berdiri di sampingnya. Pikiran-pikiran negatif seketika masuk ke otakku. ‘Apa mungkin pengisian LJKku salah?. Atau mungkin mereka akan menyidangiku terkait masalah yang kemarin terjadi?’. Kasus yang telah membuat nama baikku tercemar. Yang telah membuat sikap guru idolaku, yaitu Bu Mifah bersikap tak biasanya padaku. Dan itu terjadi karena aku tidak terlalu suka dengan sikap Bu Mifah yang menganak emaskan Tian. Tapi tidak hanya aku yang tidak suka dengan sikap Bu Mifah itu. Uni, Dewi, Nisa, Fina, Fini, dan Aditya juga tidak suka dengan sikap Bu Mifah. Namun diantara kami, Aditya lah yang paling tidak suka dengan sikap Bu Mifah.

Cowok pendek dan tengil. Ia tidak suka sikap Bu Mifah karena menurutnya tidak adil. Seorang Tian yang jago nyanyi bisa dianak emaskan oleh Bu Mifah. Sedangkan Aditya sendiri yang pernah menjuarai karate sampe tingkat provinsi tidak dianak emaskannya.

Aku takut disidangi karena masalah itu. Setibanya aku di depan Bu Mifah dan Pak Tambun, keringat dingin tidak hanya menyerangku, namun melumpuhkan saraf-sarafku.

“Ada apa ya Bu?” dengan kakunya kalimat itu keluar dari mulutku.

“Ini Pak anaknya,” kata Bu Mifah ke Pak Tambun.

“Oh ini anaknya. Ayo masuk!” ajaknya untuk masuk ke dalam ruang kepala sekolah.

Akhirnya aku pun masuk bersama Pak Tambun dengan diikuti Bu Mifah di belakang kami.

Sederet pertanyaan pun keluar dari mulut Pak Tambun. Dengan kakunya aku menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Pak Tambun satu persatu. Setengah jam pun berlalu. Tiba-tiba Pak Tambun mengajukan sebuah pertanyaan yang tak diduga-duga olehku, “bagaimana jika kamu masuk ke sekolah favorit yang kamu dambakan dan kamu masuk ke kelas Akselerasi?”

“Ya, syukur Alhamdulillah jika saya masuk. Tapi kalau saya masuk ke kelas Akselerasinya mungkin saya tidak akan mengambilnya.” Ucapku dengan kata-kata yang begitu lancarnya keluar dari mulutku.

“Mengapa kamu tidak akan mengambilnya?” tanya Pak Tambun.

“Hmmpt. Saya tidak akan mengambilnya karena bayaran Akselerasi itu lebih mahal dari kelas biasa. Sedangkan ekonomi keluargaku menengah ke bawah.” Jawabku dengan polosnya.

Suasana pun menjadi hening. Kupandangi Pak Tambun yang sedang manggut-manggut tanda mengerti. Namun tak lama , Pak Tambun melebarkan bibirnya sambil melirikku, lalu melirik Bu Mifah. Hatiku pun mulai bertanya-tanya. ‘Kenapa Pak Tambun senyum-senyum seperti itu?’

“Selamat Nak! Kamu masuk kelas Akselerasi. Selamat ya Nak! Dan terima kasih sudah membawa nama baik SD ini ke SMP yang kelak akan kamu diami.” Kata Pak Tambun sambil menahan haru.

Aku pun tersenyum dengan bangganya. Tapi aku berpikir, ”tapi kan Bu, Pak, bagaimana dengan biaya sekolahku nanti?”

“Itu masalah gampang Nak. Kami dan kepala sekolah SMP kamu nanti akan membicarakannya. Jadi, sekarang kamu belajar saja untuk menyongsong masa depan kamu kelak!” kata Bu Mifah sambil meneteskan air mata.

Aku pun tak kuat menahan semuanya. Air mata bahagia mulai membasahi wajahku. Acara cipika cipiki sambil berpelukan pun dimulai. Sungguh bahagianya. Akhirnya aku mendapatkan nama baikku kembali.

Dan setelah selesai acara itu, aku pun menghapiri teman-temanku yang setia menunggu dari tadi. Mereka keheranan melihatku menangis sambil senyum-senyum.

“Na, tadi kamu diapain Na?”

“Gak diapa-apain kok. Cuma...”

“Cuma apa Na”

“Aku masuk kelas Akselerasi di SMP favorit dambaanku,” kataku dengan semangatnya.

“Oyah? Selamat ya Na!”

Acara cipika cipiki sambil berpelukan pun terjadi kembali.

Sesampainya di rumah, aku pun langsung ngasih tahu mamaku kalau aku masuk kelas Akselerasi di SMP favorit yang aku dambakan. Namun tak ada wajah kaget di raut muka mamaku. Hanya ada senyuman simpul yang muncul dari bibirnya.

Aku pun betanya, “Mah, kok mamah gak kaget sih ngedengernya?”

Akhirnya Mamaku pun bercerita panjang lebar. Ternyata beliau sudah tahu sejak kemarin malam. Karena kepala sekolah SMPku terlebih dulu menelepon ke rumah sejak aku sudah terlelap tidur. Dan keesokannya Mama pergi ke sekolah untuk memberi tahu informasi ini ke Bu Mimah, wali kelasku. Namun, mungkin karena Bu Mifah dan Pak Tambun tak sabar memberitahuku, jadinya hari ini mereka memberitahuku. Itulah keterangan yang Mamaku berikan.

“Ughhhht, Mama....kenapa gak ngasih tau aku cih?” rengekku dengan manjanya.

“Kan kejutan.” Ucap Mamaku.

Lagi-lagi acara cipika cipiki sambil berpelukan pun terjadi kembali.

efSELESAIef

*Alhamdulillah,,,ternyata bayarannya (SPP) tidak semahal yang dibicarakan orang. Sebenarnya sama kaya SMA tapi lebih gede dikit ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar