Terima kasih, untuk semua kata manismu| Padahal belum
saatnya terucap.
Terima kasih, untuk kesedianmu menemani hari| Padahal belum
saatnya ditemani.
Terima kasih, untuk kesabaranmu| Padahal belum saatnya
dilakukan.
Terima kasih, untuk cinta| Padahal belum saatnya ditanam.
Kata terima kasih itukah yang harus kuucapkan kepada calon
imam yang akan memimpin keluargaku kelak? TIDAK.
Kita memang belum bisa menjaga kesucian cinta kita di
hadapan Sang Pemberi Cinta. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya “Tidak akan
bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya
sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa
mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan
dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang
telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)
Masa mudanya untuk apa dihabiskan? Ya pertanyaan itulah yang selalu membuatku takut. Akan ku jawab apa nanti?
Sungguh, aku tak ingin kelu dihadapan Rabb-ku ketika
pertanyaan itu terlontarkan.
Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional sebentar lagi, aku
harus banyak belajar. Ujian-ujian itu hanya sebagian dari ujian yang diberikan
dunia pendidikan. Sadarkah kau, bahwa sekarang cinta yang menurut kita indah ini
sedang diuji pula. Namun, ku yakin bahwa ujian cinta ini bukan untuk mempererat
rasa itu. Tapi merupakan teguran dari Allah, agar kita tidak memikirkannya
untuk saat ini. Karena belum waktunya.
Berapa lama waktu yang kita habiskan untuk memikirkan satu sama
lain? Berapa lama waktu yang kita habiskan untuk jalan bersama? Berapa lama
waktu yang kita habiskan untuk saling mengirim pesan?
Kita lihat dampak dari hubungan kita; terror, fitnah, ada
yang mengadu domba, dan sebagainya. Walaupun kita tak mengikat hubungan dengan
kata PACARAN. Tapi perbuatan yang kita lakukan tidak jauh beda dengan mereka
yang pacaran bukan? Astaghfirullah L
Aku tak menyalahkan kau seorang. Dan tidak pula menyalahkan
diriku sendiri. Ini salah kita.
Tak ingin (lagi) ku perbuat dosa yang indah itu. Aku harus
pergi. Sekarang, bukan nanti.
Ku ingin pantaskan diriku untuk seorang imam yang akan
memimpin keluargaku kelak dengan sebaik-baiknya imam.
Sesungguhnya, Allah telah menuliskan nama pendamping hidup
kita di Lauhul Mahfudz. Bila kita berjodoh, pasti kita akan bertemu lagi.
Namun bila tidak, mari kita pantaskan diri kita untuk dia
-calon pendamping hidup-.
Pasti kau inginkan wanita sholehah bukan? Maka pantaskan
dirimu untuknya.
Aku pun inginkan lelaki sholeh. Dan akan ku coba memantaskan
diriku untuknya dengan cara mengaplikasikan semua ilmu yang telah ku ketahui.
Aku tak ingin ada permusuhan diantara kita.
Aku tak ingin hanya aku yang menerima semua kata nuraniku
ini dengan lapang, tapi ku harapkan kau juga.
I’m sorry for my mistakes..
Good bye..
See you..
Wassalam..
![]() |
semoga ini yang terbaik :) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar