Rabu, 20 Agustus 2014

Pilihankah? Ujiankah? Atau Keduanya?


Sesungguhnya ini adalah pencakapan batin yang belum kunjung usai
Dan ini adalah pengetikan ulang ketika tulisan pertama hilang. Human error memang

***

                Ketika ditanya kapan seorang Resti Octaviani tidak merasa percaya diri? Jawabannya adalah saat ini. Mari kita lihat gambar di bawah,
Korps Protokoler Mahasiswa (KPM) Universitas Padjadjaran (atas), Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam (KAPPA) Fikom Unpad (bawah).

Aku sangat senang dan bersyukur dapat bergabung menjadi bagian dari kedua organisasi di atas. Walaupun memiliki kekontrasan tapi inti pada keduanya sama. Perencanaan-Proses-Kegiatan-Evaluasi-Perbaiki. Siklus itu akan selalu berputar karena itulah belajar. Belajar memang selalu menjadi kafein dalam hidupku. Bahkan menjadi zat adiktif.           

                Permasalahanku saat ini ada pada events besar dalam waktu yang bersamaan. Independent Journey yang membutuhkan perencanaan dan proses yang begitu matang, juga jam terbang untuk latihan yang tidak instan. Seminar Keprotokoleran yang mengundang pembicara dari perusahaan tingkat ASEAN, dengan kata lain seminar ini berhubungan dengan dunia Internasional dan membawa nama baik kampusku.
               
                Ada tanggung jawab lebih yang menuntut komitmenku. Tak ingin aku hianati proses. Tak ingin aku mundur dari langkah ini.

                Aku sangat yakin dan percaya akan janji Allah, Tuhanku, bahwa “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Bahkan Allah menegaskannya dua kali dalam surat yang sama. Al-Insyirah.

                Bukankah Allah SWT tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi batas kemampuannya? Namun, aku tak yakin dapat menjalani dan mempersiapkan keduanya dalam waktu yang bersamaan. Apakah ini pilihan? Apakah ini ujian? Atau apakah ini keduanya?

                Dimanakah posisiku saat ini? Apakah ada dalam soal pilihan ganda atau soal essay? Apakah aku harus memilih salah satunya? Atau menjabarkan keduanya? Memang pada soal Ujian Tengah Semester pun (UTS), kedua jenis soal tersebut akan memilki bobot nilai yang berbeda.

                Mungkin jika aku memandang hal yang selama ini menghantui waktu istirahatku di sela-sela kegiatan yang tak ada hentinya sebagai soal piihan ganda berarti aku hanya dapat memilih salah satu di antaranya. Dan menunda yang satunya. Tidak, tidak, karena selama ini semangat keagresifan berwujud ambisi selalu berontak sebelum dan sesudah fiksasi dari keputusanku ter-umbar.

                Kegalauan ini masih membanjiri pikiran. Aku memang masih labil. Masih suka bingung. Masih suka bertanya apa yang tak perlu ditanya. Masih ingin mencoba apa yang belum ku coba.  masih selalu membutuhkan pertimbangan orang lain dalam setiap masalah. Masih selalu memikirkan langkah ketika fiksasi sudah terumbar sekalipun.

                Oktober, Sembilan belas tahun yang lalu aku dilahirkan pada bulan ini. Namun, pada 2014, aku dihadapkan pada tangga kedewasaan. Ya tangga itu menantang dengan eloknya. Oktober, bulan kebentrokan Independent Journey dan Seminar Protocol Fair. Tak pernah terpikirkan sebelumnya ketika aku harus memilih atau menjalani keduanya?

                Sama tak terpikirkannya ketika Wa Yana datang pada sore itu dan menyarankanku untuk lanjut pada akhir Oktober. Begitupun saran dari Kang Bayu agar aku tetap lanjut tahun ini (walaupun ia tidak begitu to the point). Mampukah aku? Wa Yana adalah my best rafting teacher in my life. Saran dari beliau yang terucap tanpa diminta mebuatku sangat galau sekalipun fiksasi sudah terumbar.

                Wa Yana meyakinkan bahwa aku bisa menjalankan Independent Journey pada tahun ini, akhir Oktober. Kenapa aku tidak begitu yakin dan mampu? Mungkin karena seminar tadi? Inilah konsekuensi dari komitmen yang harus dipertanggungjawabkan.
               
Sesungguhnya sampai detik ini aku masih galau, semangat dalam keyakinan masih berkoar.
Namun pada intinya AKU AKAN TERUS BELAJAR.
TAK AKAN BALIK KANAN.


                Aku pun sempat membaca sebuah artikel pada suatu blog yang mengingatkanku akan janji Allah, tapi masih beralaskan kekalutan karena fiksasi yang terumbar . Entahlah.. 

1 komentar:

  1. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” "Bukankah Allah SWT tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi batas kemampuannya? "
    kau sudah tahu tentang itu, harusnya kau sudah tidak ragu menjalani keduanya, karena jika kau ragu berarti kau ragu dengan firman Allah. jangan pernah takut dengan proses dan jangan pernah takut dengan sesuatu yang 'beriringan' karena di masa depan mungkin akan datang lebih banyak hal yang 'beriringan' atau bahkan 'beramai-ramai' dalam waktu bersamaan.

    BalasHapus