Sesungguhnya ini adalah pencakapan batin yang
belum kunjung usai
Dan ini adalah pengetikan ulang ketika tulisan
pertama hilang. Human error memang
***
Ketika
ditanya kapan seorang Resti Octaviani tidak merasa percaya diri? Jawabannya
adalah saat ini. Mari kita lihat gambar di bawah,
![]() |
Korps Protokoler Mahasiswa (KPM) Universitas Padjadjaran (atas), Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam (KAPPA) Fikom Unpad (bawah). |
Aku sangat senang dan bersyukur dapat
bergabung menjadi bagian dari kedua organisasi di atas. Walaupun memiliki
kekontrasan tapi inti pada keduanya sama. Perencanaan-Proses-Kegiatan-Evaluasi-Perbaiki.
Siklus itu akan selalu berputar karena itulah belajar. Belajar memang selalu
menjadi kafein dalam hidupku. Bahkan menjadi zat adiktif.
Permasalahanku
saat ini ada pada events besar dalam waktu yang bersamaan. Independent Journey
yang membutuhkan perencanaan dan proses yang begitu matang, juga jam terbang
untuk latihan yang tidak instan. Seminar Keprotokoleran yang mengundang
pembicara dari perusahaan tingkat ASEAN, dengan kata lain seminar ini berhubungan
dengan dunia Internasional dan membawa nama baik kampusku.
Ada
tanggung jawab lebih yang menuntut komitmenku. Tak ingin aku hianati proses.
Tak ingin aku mundur dari langkah ini.
Aku
sangat yakin dan percaya akan janji Allah, Tuhanku, bahwa “ Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Bahkan Allah menegaskannya dua kali dalam
surat yang sama. Al-Insyirah.
Bukankah
Allah SWT tidak akan memberikan cobaan pada hamba-Nya melebihi batas
kemampuannya? Namun, aku tak yakin dapat menjalani dan mempersiapkan keduanya
dalam waktu yang bersamaan. Apakah ini pilihan? Apakah ini ujian? Atau apakah
ini keduanya?
Dimanakah
posisiku saat ini? Apakah ada dalam soal pilihan ganda atau soal essay? Apakah
aku harus memilih salah satunya? Atau menjabarkan keduanya? Memang pada soal
Ujian Tengah Semester pun (UTS), kedua jenis soal tersebut akan memilki bobot
nilai yang berbeda.
Mungkin
jika aku memandang hal yang selama ini menghantui waktu istirahatku di sela-sela
kegiatan yang tak ada hentinya sebagai soal piihan ganda berarti aku hanya
dapat memilih salah satu di antaranya. Dan menunda yang satunya. Tidak, tidak, karena
selama ini semangat keagresifan berwujud ambisi selalu berontak sebelum dan
sesudah fiksasi dari keputusanku ter-umbar.
Kegalauan
ini masih membanjiri pikiran. Aku memang masih labil. Masih suka bingung. Masih
suka bertanya apa yang tak perlu ditanya. Masih ingin mencoba apa yang belum ku
coba. masih selalu membutuhkan
pertimbangan orang lain dalam setiap masalah. Masih selalu memikirkan langkah
ketika fiksasi sudah terumbar sekalipun.
Oktober,
Sembilan belas tahun yang lalu aku dilahirkan pada bulan ini. Namun, pada 2014,
aku dihadapkan pada tangga kedewasaan. Ya tangga itu menantang dengan eloknya.
Oktober, bulan kebentrokan Independent Journey dan Seminar Protocol Fair. Tak
pernah terpikirkan sebelumnya ketika aku harus memilih atau menjalani keduanya?
Sama
tak terpikirkannya ketika Wa Yana datang pada sore itu dan menyarankanku untuk
lanjut pada akhir Oktober. Begitupun saran dari Kang Bayu agar aku tetap lanjut
tahun ini (walaupun ia tidak begitu to
the point). Mampukah aku? Wa Yana adalah my best rafting teacher in my
life. Saran dari beliau yang terucap tanpa diminta mebuatku sangat galau
sekalipun fiksasi sudah terumbar.
Wa
Yana meyakinkan bahwa aku bisa menjalankan Independent Journey pada tahun ini,
akhir Oktober. Kenapa aku tidak begitu yakin dan mampu? Mungkin karena seminar tadi? Inilah konsekuensi
dari komitmen yang harus dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya sampai detik ini aku
masih galau, semangat dalam keyakinan masih berkoar.
Namun pada intinya AKU AKAN TERUS
BELAJAR.
TAK AKAN BALIK KANAN.
Aku
pun sempat membaca sebuah artikel pada suatu blog yang mengingatkanku akan janji Allah, tapi masih beralaskan kekalutan karena fiksasi yang terumbar . Entahlah..