Oleh Resti
Octaviani
Rabu, 2 Desember 2015, untuk pertama kalinya
saya menginjakkan kaki di Aula Bale Padjadjaran 4. Walaupun sudah kuliah lebih
dari dua tahun di Kampus Unpad Jatinangor, tapi kali ini pertama kalinya saya
memasuki area Bale Padjadjaran yang berada di kawasan Pedca. Lokasinya ada di
seberang halaman FISIP. Di sana, terdapat petunjuk arah bertuliskan “Pedca”. Ada beberapa toko khusus
yang menjual merchandise Unpad, bank
BRI, food court, dan sebagainya.
Namun, jika hendak ke Bale Padjadjaran 4 kita hanya perlu berjalan lurus dari
Pedca hingga akhirnya ada belokan ke kanan, di mana area Bale Padjadjaran
berada.
Pagi
itu, jarum pendek jam menunjukkan angka 9 dan jarum panjangnya menunjukkan
angka 3. Memasuki bale, nampak antrian panjang di meja registrasi Seminar
Kebebasan Berpendapat di Media Sosial yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa
Sejarah, Unpad. Seminar ini merupakan pengganti perkuliahan Jurnalisme Online.
Di poster yang tersebar, tertera waktu kegiatan dimulai pada pukul 09.00 WIB –
12.00 WIB. Namun, hingga lebih dari satu jam dari waktu yang tertera, kegiatan
belum mulai juga. Hmm lagi-lagi
“ngaret”.
Aula
Bale Padjadjaran 4 pun terlihat penuh. Mahasiswa Unpad dari berbagai jurusan
datang untuk mengikuti seminar bertema etika ini. Menurut panitia, jumlah
peserta yang datang melibihi perkiraan. Akibatnya, banyak peserta tidak
kebagian goodie bag-termasuk saya.
Nasi box untuk makan siang pun dibagikan kepada peserta yang datang karena
panitia kehabisan snack.
Pembicara
pada seminar tersebut ada Nunik Maharani (Staf Pengajar Fikom Unpad), Intan
Anggita (Blogger menujutimur.com), dan Adi Marsiela (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen “AJI” Bandung). Namun, pada kenyataannya, Adi Marsiela tidak
diposisikan sebagai pembicara, tapi sebagai moderator. Selain itu, ada
pembicara dari pihak sponsor yang tidak tertera pada poster. Dia dari Gressnews,
Agustinus Edy Kristianto.
Seminar dibuka oleh dua
orang mahasiswi sejarah. Sang moderator, Adi Marsiela, menceritakan beberapa
kasus terkait kebebasan berpendapat di media sosial terlebih dahulu. Ada 118
orang yang terjerat hukum karena pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) dengan rentan waktu dari tahun 2008–2015. Sebagian delik aduan berasal
dari mereka yang mempunyai kekuasaan atau jabatan, dengan terlapor masyarakat
kecil yang tak punya apa-apa dan hanya bisa berkeluh-kesah di media
sosial.
Pembicara pertama yaitu
Nunik Maharani. Riuh rendah sorak sorai mahasiswa Jurnalistik yang datang
menyambut Mpok Nunik, sapaan bagi dosen jurnalistik berkacamata dengan rambut
pendek kurang dari sebahu, ketika akan berbicara dalam seminar tersebut.
Menurutnya, internet diciptakan untuk membentuk “ruang”. Apakah disebut ruang
diskusi? Entahlah, masih menjadi perdebatan.
Sebagian besar, yang aktif
di internet adalah kaum muda urban yang berada di pulau Jawa. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perlu ada
untuk mengatur etika di dunia maya. Mpok berharap dengan adanya internet, kebebasan berita jangan sampai
terbawa arus rezim yang berkuasa saat ini. UU ITE harus melindungi hal netizen untuk bersuara dan demokrasi.
Pembicara kedua, seorang blogger dengan domain
menujutimur.com, Intan Anggita. Ia merupakan wanita kelahiran Ciamis, tumbuh
berkembang di Ciamis, mengenyam pendidikan di Ciamis, tapi memiliki blog yang
membuka mata kita untuk melihat kekayaan Indonesia bagian Timur, bukan Ciamis.
Bagi Intan sebagai seorang
traveller bloger, menulis merupakan tanggung jawab moral setelah melakukan
suatu perjalanan. Segala keluh kesah, kritik, dan kekesalan akan infrastruktur
atau kebijakan yang ada ketika melakukan perjalanan, ia tumpahkan pada tulisan.
Bukan tulisan yang bersifat negatif, tapi tulisan-tulisan yang menceritakan
Indonesia bagian Timur apa adanya dengan kenaturalannya.
Di saat menulis, kita harus
memikirkan dampaknya. Menulislah dengan dampak positif. Tahan diri jika melihat
sesuatu yang tak sesuai dengan harapan, jangan sampai marah atau menceritakan
kekesalan di media sosial, karena apa yang ada di media sosial akan
menggambarkan kepribadian pemiliknya. Tahan diri dulu, jangan reaktif!
![]() |
Seminar Kebebasan Berpendapat di Media Sosial, Bale Padjadjaran 4, Kampus Unpad Jatinangor. (02/12) |
Dari beberapa pembicara
yang ada, saya setuju dengan pendapat Intan Anggita, Adi Marsiela dan Mpok
Nunik. Dunia maya saat ini semakin nyata. Aturan dan rambu-rambu yang ada
hampir mirip dengan dunia nyata. Sudah menjadi kewajiban kita, sebagai insan
berbudi, menjaga segala tingkah laku dan tutur kata, baik di dunia nyata maupun
di dunia maya. Kini, dunia maya terasa dunia nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar