Senin, 07 Desember 2015

Dunia Maya “Rasa” Dunia Nyata

Oleh Resti Octaviani

Rabu, 2 Desember 2015, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Aula Bale Padjadjaran 4. Walaupun sudah kuliah lebih dari dua tahun di Kampus Unpad Jatinangor, tapi kali ini pertama kalinya saya memasuki area Bale Padjadjaran yang berada di kawasan Pedca. Lokasinya ada di seberang halaman FISIP. Di sana, terdapat petunjuk arah  bertuliskan “Pedca”. Ada beberapa toko khusus yang menjual merchandise Unpad, bank BRI, food court, dan sebagainya. Namun, jika hendak ke Bale Padjadjaran 4 kita hanya perlu berjalan lurus dari Pedca hingga akhirnya ada belokan ke kanan, di mana area Bale Padjadjaran berada.
                Pagi itu, jarum pendek jam menunjukkan angka 9 dan jarum panjangnya menunjukkan angka 3. Memasuki bale, nampak antrian panjang di meja registrasi Seminar Kebebasan Berpendapat di Media Sosial yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Sejarah, Unpad. Seminar ini merupakan pengganti perkuliahan Jurnalisme Online. Di poster yang tersebar, tertera waktu kegiatan dimulai pada pukul 09.00 WIB – 12.00 WIB. Namun, hingga lebih dari satu jam dari waktu yang tertera, kegiatan belum mulai juga. Hmm lagi-lagi “ngaret”.
                Aula Bale Padjadjaran 4 pun terlihat penuh. Mahasiswa Unpad dari berbagai jurusan datang untuk mengikuti seminar bertema etika ini. Menurut panitia, jumlah peserta yang datang melibihi perkiraan. Akibatnya, banyak peserta tidak kebagian goodie bag-termasuk saya. Nasi box untuk makan siang pun dibagikan kepada peserta yang datang karena panitia kehabisan snack.
                Pembicara pada seminar tersebut ada Nunik Maharani (Staf Pengajar Fikom Unpad), Intan Anggita (Blogger menujutimur.com), dan Adi Marsiela (Ketua Aliansi Jurnalis Independen “AJI” Bandung). Namun, pada kenyataannya, Adi Marsiela tidak diposisikan sebagai pembicara, tapi sebagai moderator. Selain itu, ada pembicara dari pihak sponsor yang tidak tertera pada poster. Dia dari Gressnews, Agustinus Edy Kristianto.
Seminar dibuka oleh dua orang mahasiswi sejarah. Sang moderator, Adi Marsiela, menceritakan beberapa kasus terkait kebebasan berpendapat di media sosial terlebih dahulu. Ada 118 orang yang terjerat hukum karena pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan rentan waktu dari tahun 2008–2015. Sebagian delik aduan berasal dari mereka yang mempunyai kekuasaan atau jabatan, dengan terlapor masyarakat kecil yang tak punya apa-apa dan hanya bisa berkeluh-kesah di media sosial.  
Pembicara pertama yaitu Nunik Maharani. Riuh rendah sorak sorai mahasiswa Jurnalistik yang datang menyambut Mpok Nunik, sapaan bagi dosen jurnalistik berkacamata dengan rambut pendek kurang dari sebahu, ketika akan berbicara dalam seminar tersebut. Menurutnya, internet diciptakan untuk membentuk “ruang”. Apakah disebut ruang diskusi? Entahlah, masih menjadi perdebatan.
Sebagian besar, yang aktif di internet adalah kaum muda urban yang berada di pulau Jawa. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perlu ada untuk mengatur etika di dunia maya. Mpok berharap dengan adanya  internet, kebebasan berita jangan sampai terbawa arus rezim yang berkuasa saat ini. UU ITE harus melindungi hal netizen untuk bersuara dan demokrasi.
 Pembicara kedua, seorang blogger dengan domain menujutimur.com, Intan Anggita. Ia merupakan wanita kelahiran Ciamis, tumbuh berkembang di Ciamis, mengenyam pendidikan di Ciamis, tapi memiliki blog yang membuka mata kita untuk melihat kekayaan Indonesia bagian Timur, bukan Ciamis.
Bagi Intan sebagai seorang traveller bloger, menulis merupakan tanggung jawab moral setelah melakukan suatu perjalanan. Segala keluh kesah, kritik, dan kekesalan akan infrastruktur atau kebijakan yang ada ketika melakukan perjalanan, ia tumpahkan pada tulisan. Bukan tulisan yang bersifat negatif, tapi tulisan-tulisan yang menceritakan Indonesia bagian Timur apa adanya dengan kenaturalannya.
Di saat menulis, kita harus memikirkan dampaknya. Menulislah dengan dampak positif. Tahan diri jika melihat sesuatu yang tak sesuai dengan harapan, jangan sampai marah atau menceritakan kekesalan di media sosial, karena apa yang ada di media sosial akan menggambarkan kepribadian pemiliknya. Tahan diri dulu, jangan reaktif!
Seminar Kebebasan Berpendapat di Media Sosial, Bale Padjadjaran 4, Kampus Unpad Jatinangor. (02/12)
Pembicara terakhir yaitu Agustinus Edy Kristianto dari pihak Gressnews. Sebenarnya, Agustinus tidak diposisikan sebagai pembicara formal. Ia hanya menambahkan beberapa hal terkait isu yang diangkat pada seminar. Ia juga ikut menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para peserta.

Dari beberapa pembicara yang ada, saya setuju dengan pendapat Intan Anggita, Adi Marsiela dan Mpok Nunik. Dunia maya saat ini semakin nyata. Aturan dan rambu-rambu yang ada hampir mirip dengan dunia nyata. Sudah menjadi kewajiban kita, sebagai insan berbudi, menjaga segala tingkah laku dan tutur kata, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Kini, dunia maya terasa dunia nyata. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar